Daftar Blog Saya

Sabtu, 16 Oktober 2010

Anak Ku (5 tahunh) Minta Dibelikan Kondom

Menyadari kalau diri ini bukan termasuk kategori manusia cerdas, saya berharap generasi di bawah saya akan melebihi generasi di atasnya dalam hal kecerdasan. Itu lah sebabnya ketika mendapatkan kepercayaan dari Sang Penguasa jagat raya dan seisinya untuk mendapatkan keturunan demi berkesinambungannya keturunan Adam, saya berdoa pada Sang Pencipta agar keturunan saya itu dikarunia kecerdasan. Ya, kalau saya tidak sempat menjadi manusia cerdas, saya akan tetap berbahagia memiliki penerus yang tidak mewarisi ketidakcerdasan ayahnya.

Tidak, saya tidak sedang meratapi nasib diri karena menjadi orang tidak cerdas. Walaupun menyadari ketidakcerdasan diri, tapi saya tidak terlalu bodoh untuk mengkufuri apa yang telah Allah berikan. Saya yakin Allah maha tahu apa yang pantas dan tidak pantas saya dapatkan.

Mungkin, ini hanya mungkin, kalu saya deberi kecerdasan oleh Sang Murbeng alam, tenaga saya tidak akan mampu memikulnya. Maka kecerdasan itu akan mengombang ambing saya ke sana kemari, kemana dia mau. Dan bukannya menolong saya, bisa-bisa kecerdasan itu mencelakan saya.

Mungkin saja dia membawa ku ke gemerlap kemewahan duniawi dan menyebabkan aku memanfaatkan kepintaran ku untuk minterin orang, mengutak atik angka supaya angka angka itu masuk ke rekening pribadi saya atau konco saya padahal itu haknya orang lain. Atau kecedasan ku itu dimanfaatkan untuk menggerogoti jembatan, jalan tol, dan banyak lagi jenis proyek yang berbau harum dan mengundang sahwat perut orang-orang cerdas yang tak kenal kata kenyang.

Bukan, kecerdasan anak saya bukan untuk mencari kemewahan gemerlap dunia atau untuk mempertebal kulit penutup usus, dan teman-teman nya. Saya berharap kecerdasan yang ia dapatkan kelak akan berguna bagi dia sendiri dan juga orang-orang desekelilingnya sebanyak yang dia mampu usahakan.

Harapan yang lama tersimpan dalam angan ini aku kejawantah kan dalam doa, dan nama yang keberikan padanya pun adalah sebuah do’a. Ya, kupanggil dia Kinanti Nabiila Puteri.

Kinanti adalah sebuah nama untuk satu jenis seni tembang dalam kesenian sunda. Kinanti merupakan  salah satu dari 17 pupuh sunda. Mengapa tidak Magatru atau Dangdanggula, itu juga kan bagian dari pupuh? Aku pilih Kinanti karena terasa lebih enak didengar untuk nama seorang wanita, karena kalau anak saya laki laki akan ku beri nama Asmarandana. Nabiila secara literal berarti cedas, dan Puteri berarti seorang wanita yang memiliki sifat-sifat yang seharusnya dimiliki seorang wanita. Jadi arti dari namanya adalah sebuah doa agar dia memiliki kecerdasan yang berseni dan tidak melupakan kodratnya sebagai wanita.

Apa kah do’a ku terlalu sempurna? “Ud’uni Astajib lakum”, itu lah yang diperintahkaNya. UntukNya tidak ada yang terlalu bagus atau terlalu sempurna. Kun Fayakum! Maka jadi lah.

Tapi ternyata tugas membesarkan seorang anak supaya menjadi cedas tidak lah gampang. Hal yang paling berat adalah setiap hari kita dicecar pertanyaan yang tidak pernah terputus. Ya, seorang yang tidak begitu cerdas, tapi disebuat bodoh juga emoh, harus menjawab pertanyaan yang tidak terpikirkan sebelumnya, dan harus memuaskan dia. Whalah..whuh (sambil membuang keringat di dahi).

Kasus terahir yang membuat saya dan istri saya kelimpungan adalah ketika kami sedang belanja di sebuah mini market. Setelah selesai memasukan belanjaan ke dalam keranjang, kami siap-siap bayar di konter pembayaran. Ketika sedang antri, mata anaku terpaku pada sebuah kemasan plastik yang berwarna menarik. Secara replek dia mengambil benda itu dan meminta pada ibunya untuk membelikan satu. Ibunya, tyang adalah istri saya, dan saya terkejut, dan secara serta merta saya menjelaskan bahwa benda itu untuk orang dewasa bukan untuk anak-anak.

Dengan jawaban yang kami berikan, kami berharap masalah akan selesai, tapi jawaban yang diberikan tidak cukup memenuhi ruang dalam otaknya yang tak tahu seberapa besarnya. Otak itu masih meminta penjelasan yang lebih masuk akal bagi dia.

“Benda itu untuk orang dewasa yang sudah menikah. Anak-anak tidak boleh memakai benda itu. Orang dewas pun kalau belum menikah tidak boleh memakai benda itu.” Begitu lah penjelasan yanag kami mampu berikan, tapi nampaknya dia masih penasaran.

“Kenapa tidak boleh?”, itu lah pertanyaan dia yang merupakan PR untuk orang tuanya. Demi solidaritas antara orang tua, Om dan tante, kakek dan nenek dan sebagainya yang menginginkan kecerdasan bagi anaknya, ponakannya, dan cucunya, saya dengan sangat memohon bantuannya untuk dapat memuaskan dahaga keingintahuan anak saya, mungkin juga anak-anak lain nya yang pernah menanyakan pertanyaan serupa.

Atau paling tidak, jika anak anda bertanya pertanyaan serupa, anda bisa mempersiapkan diri dari sekarang dan ketika saat itu terjadi anda siap dengan jawabannya.

Kamis, 05 Agustus 2010

Mr. Amat Kena Tilang


Waktu masih menunjukan jam 10 WIB ketika Si Amat sedang bersiap siap pulang kerja. Ya untuk hari itu dia tidak punya pekerjaan lagi untuk dilakukan. Segera dia menuju tempat parkir untuk menjemput kendaraan kesayangannya. Ya, hari itu dia mengendarai sepeda motornya. Tadinya dia mau mengendarai mobil impiannya tapi karena mengejar waktu maka dia memakai kendaraan anti macet nya. Lagi pula mobilnya akan di pakai ke pasar sama pembantunya untuk belanja nanti siang.

Oh ya. Sebelum saya lanjutkan cerinya, saya akan mengulas sedikit tentang si Amat ini. Seperti kita maklum Si amat adalah seorang pesohor. Dari mulai anak anak bau cingur sampai orang jompo bau tujuh rupa mengenal si Amat, walau pun mungkin mereka tidak mengakui tidak menyadarinya. Tidak menyadarinya? Kok bisa? Ya, bisa, lah!

Jangan terkejut kalau anda juga sangat megenal dia! Atau setidaknya anda sering mengucapkannya. Mungkin tiap- hari.

Ya, begitulah nasib si Amat. Dia terkenal tapi tidak mendapatkan keuntungan dari keterkenalanya. Tidak seperti Shinta dan Jojo, misalnya, yang mendadak dangdut, eh, terkenal hanya karena tuah Keong Racunnya.

Perhatika ungkapan berikut: “bagus amat gambarnya”, “kok begitu amat, sih, ceritanya”, “nggak, dia nggak bagus bagus amat”, “ sepia amat sih. Orang orang pada kemana?”.

Ungkapan yang miring ke kiri dan ke kanan pun sering membawa bawa nama Si Amat, "Kampungan amat, sih!", "nyebelin amat, tuch orang", "mengerikan amat!".

Tidak kah ungkapan-ungkapan di atas menunjukan bahwa si Amat banyak dikenal atau setidaknya banyak di ucapkan namanya. Masih ratusan, ribuan, bahkan mungkin jutaan ungkapan yang membawa bawa nama Si Amat. Apa anda setuju si Amat orang terkenal? Nggak? Yah, terserah anda, lah, kareana itu sebenarnya nggak penting-penting amat.

Walau anda mungkin tidak setuju, saya tetap memberi apresiasi terhadap keterkenalan si Amat dengan tidak lagi menyematkan label “Si” di depan namanya. Sekarang saya akan memanggil dia dengan title bari Mr. Amat.

Kembali lagi ke cerita semula tentang Si, eh, Mr. Amat. Setelah agak kesulitan menstater kendaraan roda duo maya nya. Ahirnya dia berhasil juga. Ketika motor nya menyalak di pun berteriak, “berhasil, berhasil, berhasil”. Oh, ya. Saya lupa menginformasikan bahwa Mr. Amat juga fan beratnya Dora. Tanpa menunggu lama dia pun meluncur menuju rumah.

Di persimpangan yang sebetulnya sering dia lewati dia salah belok dan memasuki jalan yang berlawanan arah. Ketika dia sedang melaju kencang sebuah sepeda motor dari arah yang berlawanan mengibas ngibaskan tangan seperti yang biasa dilakukan hakim garis ketika melihat salah satu pemain off-side. Semula dia nggak mengerti bahkan mengira orang itu iseng saja atau tangannya sedang terkena serangan keram.

Tapi kemudian otak cemerlang nya mengirim sinyal bahwa ada sesuatu yang salah. Secepat kilat dia menyadari bahwa di jalan itu diberlakukan satu arah sampai jam sebelas. Dia biasanya melewati jalan itu sore hari.

Jelas sekali tergambar dalam data base kepalanya bahwa sekitar 300 meter di depan ada pos polisi dan lima sampai enam polisi sering terlihat menjalankan tugas mulianya. Kalau ketemu dia bisa bahaya. Memang sih kita bisa beramah tamah dan bersilaturahim, tapi ujung ujungnya isi di kantong yang tidak seberapa ini akan semakin menipis. Atau hatrus beurusan dengan pak hakim dan pak jaksa. Kapan saya akan disidang? Sudah tiga …

Di depan ada belokan menuju pearumahan sebuah BUMN kemudian dia belok untuk cari jalan tikus. Perlu dimaklumi , di daerah ini banyak tikus membuat jalan dan jalan itu sering digunakan oleh manusia. Untungnya, para tikus tidak pernah marah.

Setelah berkelok kelok sebentar ahirnya dia sampai juga ke jalan yang benar. Lega lah hati Mr. Amat. Setelah sekian menit, dia melihat dua motor polisi bergandengan mesra sambil berjalan pelan. Dalam hati Mr. Amat tersenyum seolah olah telah memenangkan sebuah undian berhadiah. Hatinya juga semakin tanang karena dekat dengan pengayom masyarakat ini.
Karena dua kendaraan polisi itu Berjalan santai dengan mudah Kendaraan Peking Mr. Amat melewati dua kendaraan halilintar pak polisi. Sekarang dia memimpin. Dan jauh memimpin. Sekarang fokus ke depan.

Ketika Mr. Amat sedang asik memacu kencang kendaraanya, anda sebetulnya bisa maklum seberapa kencang, sih, bebek peking bisa malaju, tiba tiba tepat di sebelah kiri sejajar ada kendaraan lain dan sang pengendara mengibaskan tangan meminta saya untuk minggir. Jelas sekali bukan karena keram tangan, tapi Pak Polisi.

Dengan tenang karena merasa tidak berbuat salah dia meminggirkan motor dan ketika sudah berhenti, dia bertanya, “Ada apa, Pak?”

“Selamat pagi, Pak!”, dia menghampiri tanpa menjawa pertanyaan Mr. Amat.

“Bisa lihat STNK dan SIM nya?” dia melanjutkan kemudian mengamati STNK dan AIM setelah Mr. Amat menyerahkannya.

“Bapak mau berangkat kerja?”, dia berbasa basi. Mr. Amat menjawab seperlunya.

“Bapak tadi menyalakan lampu tidak? Coba jawab dengan jujur!”, sekarang dia bertanya
dengan gaya interogasi dan menyudutkan.

Mr. Amat mengamati bebek pekingnya. Dia juga tidak menyadari kalau lampu nya nyala atau tidak. Dia tipe orang pelupa. Dan dia tidak terlalu sering menyalakan lampu motornya. lagi pula selama ini tidak pernah ada masalah walau pun lampu motornya tidah menyala dan berpapasan dengan polisi.

“Tidak, Pak”, jawab Mr. Amat dengan jujur tanpa berusaha untuk mengelak atau mencari cari alasaan.

“Bapak sekarang tahu kan pelanggaran yang telah Bapak lakukan?”, kata polisi berkumis mirip suami Inul itu penuh kemenangan. Selanjutnya dia berceramah tentang peraturan menyalakan lampu motor di siang hari dan blab la bla dan blab la bla…

Kemudian dia membuka buku yang berisi peraturan-pereturan lalulintas dan menunjuk peraturan menyalakan lampu dengan lebih focus pada berapa besar denda yang harus saya bayar kalau harus sidang. Di situ tertulis angka Rp 100.000. saya tidak terlalu memperhatikan apakah itu denda minimal atau maksimal. Tapi uang sejumpah itu lumayan lah.

“Jadi bagaimana, Pak? Bapak mengerti?

“Ya, pak”, Mr Amat mengakui kesalahannya dengan jentelmen. Kemudian da melanjutkan, “ kalau tidak sidang bisa nggak, Pak?” Mr. Amat sedang mencoba bemain api.


“Bapak punya berapa?”, Pak Polisi menggigit umpan Mr. Amat, dan permainan yang sesungguhnya segera dimulai.

“Rp 20.000”, jawab Mr. Amat. Kepalanya masih mengingat dengan jelas bahwa di kantong celananya ada uang Rp. 40.000 pengembalian waktu mengisi bensin. Sedianya dia ingin menyebutkan angka Rp 10.000, tapi takut Pak Polisi yang terhormat merasa tersinggung dengan jumlah yang hanya cukup semangkok bakso itu.

“Dendanya aja bisa Rp. 100.000, dan saya juga masig dapat bagian dari denda itu. Masa Rp 20.000?” dia berjuang untuk jumlah yang lebih terhomat.

“Bagaimana kalau Rp 30.000” Timpal Mr. Amat tanpa fakir panjang.

“Setengahnya, ada nggak? Pak Polisi masih gigih berjuang.

“Aduh, nggak ada, Pak.”

“Kalau begitu saya tilang saja”, kemudian dia menyebutkan kemungkian hari, tanggal, dan jam persidangan.

“Ya udah, tilang saja, deh, Pak!”, Kata Mr. Amat tanpa nada menantang.
Kemudian sang pengayom itu mulai menuliskan sesuatu di buku tilang, tapi baru menulis satu dua kata, dia berhenti dan mencoba berbasa basi dengan menanyakan kembali tempat tinggal Mr. Amat dan lain lain dan lain lain.

Kemudian dia bertanya, “Jadi bagaimana, ada nggak setengahnya?”. Dia mengecap ludahnya sendiri.

“Ya, seperti saya bilang tadi, Pak. Kalau segitu, saya nggak bisa.” Mr. Amat bertahan dan berfikir lagi untuk menghindari sidang yang kemungkinannya panjang dan melelahkan.

“Ya, udah. Ikuti saya dan siapkan uangnya.” Sahut Pak polisi smbil menaiki motornya dan berlalu.

Sejenak Mr. Amat termangu dan tersenyum tanpa mampu mengartikan apa arti senyum nya. Sebelum penyakit lupa nya sempat menelikung, segera dia menaiki motornya dan mengkuti Pak polisi.

Setelah kurang lebih tiga ratus meter dia berhenti di tempat yang strategis. Tidak jauh dari tempatnya berhenti rekan-rekannya sedang melakukan tugasnya, menilang pengendara motor.

Selanjutnya Mr. Amat tidak banyak memperhatikan apa yang rekan-rekannya lakukan.
Setelah berhenti Mr. Amat menghampiri Pak polisi dengan lembaran sepuluhan ribu di tangannya. Setelah dekat pak polisi memberikan perintah, “Masukan ke sini”, sambil membuka kotak kaleng mirip kotak amal di mushola di belakang motornya.

Setelah fulus masuk, dia bertanya lagi, “Berapa, tadi?”

“Rp. 30.000” Sahut Mr. Amat.

Selanjutnya Pak polisi dengan kesadaran tinggi mengembalikan STNK dan SIM Mr. Amat diiringi doa semoga Mr. Amat tidak ketemu dia lagi ketika melangar peraturan lalulintas. Win-win solution pun tercapai. Artiya polisi menang dan menang lagi. Sedang Mr. Amat Cuma bisa gigit jari dan baru berhenti setelah jarinya terasa sakit karena digigit terlalu keras.

Kasian amat!

Senin, 19 Juli 2010

Ke Taman Matahari lagi, Ketemu Miss Ro lagi

Parade gambar kunjungan kembalike Taman Matahari, dan Miss Ro.

Flying fox untuk anak anak,

Ibu-ibu sedang makan,

Bapak-bapak tak mau ketinggalan,

Semua ludes des tak tersisa sa.

Rabu, 30 Juni 2010

Surat Cinta untuk Ibunda

Surat untuk Mama
Mama aku sayang Mama
Aku Cinta Mama
Terimakasih Mama untuk segalanya
Salam Sayang
Anak Mu
Nabiila

Demikian isi "surat" cinta seorang anak TK itu. Penampilannya sederhana bahkan terlihat tidak rapi. kemungkinan besar ini bukan karya original dia. pasti dengan susah payah Ibu gurunya membimbing dia untuk karya "sederhana" ini. Tapi makna yang terkandung dalam "surat" ini sangat tidak sederhana, sangat mendalam.Akan seperti apa reaksi anda ketika menerima surat seperti ini dari anak anda?

Sedih, terharu, bangga, atau mungkin anda merasa tidak memerlukan apa apa lagi karena anda merasa sudah memiliki seluruh dunia. Mungkin yang terakhir terlalu berlebihan.Yang jelas cinta yang telah dia tanam dalam jiwanya akan berkembang dan ditularkan pada siapa pun yang bersedia dijangkiti virus kebaikan.

Tak banyak kata yangbisa saya tulis untuk "secuil" ungkapan cinta ini. Otakku jadi menggumpal dan jari jari tangan macet di tuts keyboard. Mari kita tebarkan cinta dimana pun kitaberada, niscaya cinta akan datang pada mu. (Surat Nabiila untuk Mama tersayang)

Senin, 14 Juni 2010

Malaikat yang Berubah Menjadi Setan

Sedang asik-asiknya menikmati kemacetan rutin lalu lintas di atas tunggangan roda dua di jalanan ibukota di pagi hari, yang seharusnya segar dan sejuk tapi di sini sudah menyengat, tiba-tiba tunggangan yang setia mengantar kemana tuannya mau pergi ini jalannya tidak asik.

Tidak salah lagi! Pasti kena ranjau. Di sela sela himpitan motor lain yang banyaknya tidak alang kapalang, serta kendaraan roda lebih dari dua yang sama sama menuju tempat kuli atau mengantar anak kesayangan menuju tempat mengulik ilmu, saya perhatikan roda kendaraan ini.

Benar saja, ban belakang sudah mengeluarkan sebagian besar isinya. Dengan posisi duduk bergeser agak ke depan, saya lanjutkan perjalanan yang terasa sangat menyedihkan ini. Semoga saja tak jauh di depan sana ada malaikat penolong sedang menunggu.

Ahirnya setelah berjalan sekitar 200 meter sang malaikat terlihat di seberang jalan sedang duduk di sofa butut yang pegangannya sudah terlepas, dan busanya sudah bermetamorfosa menjadi deretan kayu bekas tempat kemasan telor.

Di depannya segelas kopi hitam masih mengepulkan asap segar mengundang selera. Sementara itu sang partner sedang sibuk merapikan peralatan dinasnya.

Ahirnya kendaraan saya sampai di depan tempat praktek sang malaikat.

“Bocor, Pak?”, sang malaikat mencoba untuk berbasa basi dan berempati kepada yang sedang dilanda kiamat kecil.

Setelah meyeruput kopinya dan tanpa menghiraukan jawaban saya, dia langsung mengeluarkan alat dan membongkar ban motor yang bannya kempis itu. Dia tidak mau pelanggannya lama menunggu.

Cepat sekali dia bekerja. Dalam hitungan menit ban dalam sudah terlepas kemudian mengecek. Selanjutnya dia berujar, “ Dua bocornya, Pak. Parah! Tapi ngak bisa ditambal. Nggak ada spiritus.”

Sebenarnya kalau ban bocor sampai dua, saya lebih memilih untuk mengantinya dengan ban dalam baru, tapi keadaan sedang tidak bekerja sama. Fulus sedang pada berlibur entah kemana. Yang tinggal didompet hanya ada tiga lembar dua puluh ribuan. Itu pun hasil dari pinjaman dari teman kerja. Memang masih ada sedikit lebihnya untuk beli bensin kalau dipake beli ban dalam, tapi besok?

Kuperhatikan si Malaikat penolong. Dua sayap putih itu sedikit demi sedikit mengkerut dan ahirnya menghilang. Agak kaget juga saya melihatnya.

Belum hilang kekagetan saya tiba-tiba dua tanduk kecil muncul menyeruak dari rambut nya yang berubah jadi gimbal.

“Wah. yang bener, Pak?”, aku mencoba meyakinkan tapi dengan nada tidak yakin.

“Benar, Pak. Dari kemarin sore. Ganti aja yah?” timpalnya.

Tanduk mungil itu sudah tumbuh lebih besar menghiasi kepalanya nya. Ternyata dia telah berhasil mengelabui mataku dengan kemampuan mimicry nya yang sempurna.

Tak ada gunanya berargumen! Apa lagi ketika memperhatikan tanduk di kepalanya yang yang sudah sebasar tanduk kerbau.

Ternyata kejutan masih berlanjut ketika dia mengambil ban dalam dan menyebut kan harganya. Dengan harga yang dia sebutkan saya bisa mendapatkan barang yang jauh lebih berkualitas. Bukannya kualitas rendahan seperti itu.

Dengan acuh tak acuh dia mengatakan tidak ada barang lagi yang ada cuma barang yang menurut dia kualitas standar itu.

Ibarat permainan bola saya dianggap melakukan pelanggaran di daerah terlarang maka hadiah penalti untuk lawan. Lawan menendang ke gawang saya tanpa saya boleh menjaga gawang. Apa daya saya?

Ketika proses pemasangan ban “kualitas standar” sedang berlangsung dan mendekati tahap ahir, sebuah sepeda motor nyelonong memasuki area praktek.

Kali ini sang partner yang meleyani dengan cekatan. Yang membuat saya heran dan sekalugus gusar, kayaknya proses penambalan akan terjadi karena sang partner sedang mempersiapkan alat alat tambal ban. Terahir dia mengeluarkan sebuah botol dari balik kios. Sebotol…spiritus!

“Kok itu spiritusnya ada, pak?” saya bertanya pada sang Setan untuk menumpahkan rasa gondok saya. Tapi sang Setan tidak bergeming. Dia tetep “tekun” mengerjakan tugasnya. Pertanyaan saya seolah kentut bau yang layak diabaikan.

Setelah kelar, saya bayar dan langsung tancap gas ingin cepat meninggalkan tempat sial itu. Dia pun seolah tidak memperhatikan mimik, perilaku, dan nada bicaraku. Dia sedang merayakan kemenangan dan gembira dengan sedikit uang hasil “jerih payahnya.”

Sepanjang perjalanan ke tempat kerja, kepala ku justru sudah mulai bekerja dari tadi memikirkan bagaimana caranya besok mendapatkan uang bensin untuk bisa kembali berangkat ke tempat kerja.

Bismillah, pasti ada jalan.

Kamis, 20 Mei 2010

Mengapa Seorang Istri atau Suami Mempunyai Pasangan Bodoh?


Apakah pertanyaan di atas cukup bodoh untuk diungkapkan? Mungkin! Tapi kalau difikir lagi, hal bodoh ini tidak terlalu bodoh untuk sebuah perenungan.

Setelah menikah kita ada dalam jerat yang sukar dilepaskan. Setelah kita ada dalam lingkaran mengikat itu mungkin baru kita sadar bahwa pasangan kita adalah suami atau istri yang bodoh. Atau dari awal kita sudah tahu dia memang pasangan bodoh tapi baru menyadari bahwa memiliki pasangan bodoh memang bukan ide yang brilian, kalau tidak dikatakan ide bodoh. Ups!

Tapi nasi sudah menjadi bubur menado, karena kesadaran itu muncul setelah ada dalam lingkup ikatan tali hukum yang kuat, dan mungkin ikatan itu menjadi lebih erat karena sudah ada simpul mati yang lebih kecil namun dengan tali yang lebih alot, seorang buah hati.

Memang ada kemungkinan kita melepas jerat tersebut setelah melalui sebuah proses. Tapi keberhasilan menghancurkan simpul tali hukum suami istri, jika berhasil, mungkin membuat kita menyesal karena sudah melalui proses itu.

Selain tali jerat yang acak-acakan karena dibuka paksa bahkan dengan memotong dengan pisau atau gunting. Buah hati kita pun akan kena getahnya. Mungkin tidak akan matang secara sewajarnya. Lalu siapa yang akan menyesal?

Kembali lagi ke pokok permasalahan, mengapa seseorang memiliki suami, istri, yang bodoh? Ada beberapa kemungkinan yang layak difikirkan.

Pertama, mungkin dia tidak tahu kalau pasangannya itu bodoh. Sebelum hubungan terjadi dia nampak seperti manusia normal, bahkan sekali sekali terlihat menyerupai manusia cerdas. Ternyata setelah kenyatan dinyatakan dengan sangat nyata, dia itu Bodoh bin/binti pandir.

Kedua, ketika pertama kali ketemu sebetulnya dia sudah tahu kalau pasangannya itu kebalikannya dari pintar. Tapi apa daya? Cinta memang buta. Apa betul cinta itu buta? Sangat benar karena tidak pernah dilaporkan cinta memiliki mata. Jadi? Ya, jadi lah! Kalau nggak jadi mana mungkin mereka sekarang suami istri.

Yang ketiga, mirip seperti yang kedua, dia sudah tahu bahwa calon pasangannya itu tidak ber-IQ standar. Tapi dia nekad mengikatnya dalam tali sakral pernikahan. Kok bisa? Ya bisa lah! Karena dia sudah ngebet pengen punya temen tidur. Maklum sudah parawan tuir atau bujang liapuk. Nggak apa lah. Saya pernah dengar kalau manusia itu sama rasanya kalau sudah di ranjang. Kecantikan dan ketampanan tidak terlalu berpengaruh. Begitu pula dengan tinggi rendah IQ. Lagi pula, serendah apa pun IQ seseoranag, kalau sudah urusan ranjang jarang ada yang tidak pintar. Menjijikan! Memang, tapi siapa sih yang nggak suka urusan menjijikan yang ini.

kemungkinan terakhir, dia tahu pasangannya bodoh alias IQ jongkok atau, mungkin karena saking rendahnya, IQ selonjoran, tapi tetap menikahinya karena takut orang lain mendapat sial menikahi orang pandir. Sebelum orang lain kejeblos menikahi orang stupit ini, lebih baik dia saja yang embat. Maksudnya menyelamatkan orang lain tapi menceburkan diri ke jurang.

...Begitu, lah, kita kira. Atau anda bisa menunjukan kemungkinan lain yang lebih sahih dan terukur? Semoga siapa pun yang membaca tulisan ini tidak pernah atau tidak akan pernah menikahi pasangan yang bodoh. Tapi ingat seorang pria soleh itu akan menikahi seorang wanita soleha. Sedangkan seorang lelaki penjinah akan mendapakan pasangan seorang pelacur. Dan pendamping laki-laki bodoh itu siapa? Ya… perempuan pandir, lah!

Pernah singgah ke telinga yang menemani saya sejak merasakan atmosfir dunia fana ini, dan menjadi saksi ketika saya mendengar omongan jorok orang, atau mendengar omongan yang tidak patut dari orang lain atau mulut saya sendiri, hinggap sebuah ucapan bahwa saya pinternya dikit, dan bodohnya banyak. Alhamdulillah, ternyata saya tidak 100% bodoh, tak peduli kalaupun pinternya cuma 1%.

Mudah mudahan anda semua terhindar dari mempunyai pasangan/suami atau istri yang bodoh. Amin!

Senin, 10 Mei 2010

Orang Gila

Ini bukan petama kali saya menulis dengan judul yang ada kata gilanya. Sedianya saya ingin memberi judul tulisan ini, Saya Orang Gila, tapi saya tidak tega dengan diri saya sendiri. Kalau, toh, pada kenyatannya saya memang orang gila, biar orang lain saja yang menyebut saya begitu. Setelah sempat menjadi orang yang pintarnya sedikit dan bodohnya banyak kini tiba saatnya saya berperan jadi orang gila

Ya, ahirnya tanpa terhindarkan saya harus menulis begitu. Tapi itu bukan kata-kata saya. Itu Cuma kata kata sesorang yang dia sampaikan ke seseorang lainnya, dan tapa saya minta, seseorang itu menyampaikannya pada saya. Tapi seseorang yang mengatakan saya orang gila itu sering berhubungan, berbicara, dan berbagi dengan saya. Saya sempat merenung dan mempertanyakan kenyataan ini. Orang seperti apa yang mau behubungan, berbicara, dan berbagi dengan seseorang yang dia tahu, atau setidaknya, dia anggap sebagai orang gila. Apa mungkin dia orang waras? Atau, dia merasa punya teman senasib? Tak tahu lah karena aku tak pernah bertanya pada dia apakah dia orang waras atau setengah waras, atau orang gila. Yang jelas saya merasa sebagai orang yang 100% waras. 

Kalau pun saya dianggap orang gila, kegilaan saya tidak sebanding dengan orang-orang terhormat yang menuntut sekian trilyun rupiah demi sebuah gedung tempat berkumpulnya orang-orang yang bekerja mengatasnamakan rakyat, padahal rakyat sendiri banyak yang merasa tidak terwakili. Jadi rakyat yang mana, dong? Tidak pula kegilaan saya sebanding dengan para manusia yang seharusnya menegakkan keadilan yang pada kenyataannya mereka Cuma berperan sebagai makelar yang keuntungannya pasti lebih besar dari makelar tanah, apalagi makelar mayat. 

Tidak mungkin juga kegilaan saya sebanding dengan para pendekar upeti untuk pemerintah yang pada hakekatnya mereka memperkaya diri sampai mampu membeli istana mewah di kelapa gading. Jayus juga tuh orang. Sudah, ah. Kalau diteruskan menulis hal hal yang saya nggak mengerti, bisa bisa saya jadi orang gila beneran. Terakhir, yang nyasar ke blog ini dan membaca tulisan ini, jangan sampai terbawa gila oleh orang gila. MERDEKA...!

Senin, 15 Maret 2010

Apakah Anda TermasukOrang Bodoh?


Jika judul di atas diucapkan seseorang dan ditujukan kepada anda sambil menuding, apa reaksi anda? Saya yakin anda setidaknya tidak akan senang, atau mungkin tersinggung, atau tidak tertutup kemungkinan anda akan marah dan balik menuding dan membalas dengan kata-kata yang lebih hebat.

Kalau umpatan yang dijadikan judul itu kurang mengundang reaksi keras, bagaimana kalau, maaf, Goblok! Tolol! Wong Edan! Kepala Udang! Otak Cetek! Sekali lagi maaf, bukan maksud saya mengumpat anda, tapi saya hanya ingin memberi contoh kata-kata yang biasa digunakan orang untuk mengumpat.

Marah dan merasa tersinggung adalah reaksi wajar ketika mendengar orang mengucapkan contoh-contoh kata umpatan di atas yang ditujukan kepada anda. Tapi kalau kita mengamati dengan iklhlas dan jujur dengan merujuk pada referensi yang sahih, tidak seharusnya kita “marah” ketika mendengar orang mengumpat pada kita dengan mengatakan, “Kamu Bodoh!”

Menuruh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)on-line, marah artinya sangat tidak senang (krn dihina, diperlakukan tidak sepantasnya, dsb); berang; gusar…

Dari pengertian kata di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa kita berhak marah jika kita merasa tidak seperti yang dimaksud dengan arti yang terkandung dalam dalam kata tersebut. Kita berhak tersinggung jika kita tidak bodoh. Kita berhak belikmarah jikakita merasapintar

Bodah menurut KBBI adalah: 1. tidak lekas mengerti; tidak mudah tahu atau tidak dapat (mengerjakan dsb)… 2. tidak memiliki pengetahuan (pendidikan, pengalaman). Dalam arti lain bodoh bisa berarti tidak banyak tahu, tahu sedikit, atau tidak tahu sama sekali tentang sesuatu. Dalam konteks tertentu bodoh bisa berarti melekukan sesuatu kesalahan yang seharusnyatidak dilakukan karena yang dilakukan itu melanggar aturan atau semua orang tahu itu salah, dan sebetulnya bila kita cukup pintar, hal itu tidak perlu terjadi.

Mari kita memikirkan dan bertanya pada diri kita sendiri. Berapa perilaku pintar yang telah kita lakukan beberapa hari terakhir ini? Atau beberapa minggu terakhir? Atau mamasuki tahun 2010? Atau dalam decade terakhir? Dan berapa perilaku bodoh yang telah kita perbuat dalam kurun waktu yang sama.

Selamat! Untuk mereka yang telah melakukan lebih banyak perilaku penanda pintar dari pada kebodohan. Karena anda termasuk kelompok orang PINTAR. Mereka yang melakukan jumlah perilaku pintar dan kebodohan kurang lebih 50-50 juga bisa dikelompokan kedalamkelompok ini.

Dan untuk mereka yang melakukan lebih banyak kebodohan dari pada perilaku pintar, maaf saja kalau saya kelompokan anda kedalam kelompok orang-orang BODOH. Saya pun kemungkinan besar masuk kelompok ini.

Tapi saya tidak akan pernah menunjuk seseorang dan mengatakan, “ BODOH!” karena kalau begitu lebih banyak jari yang akan menunjuk diri sendiri. Semakin bodohlah saya.

Kamis, 04 Maret 2010

Pisang Ku, pisang Ajaib!



Di sebagian besar wilayah bumi Nusantara dikenal luas budaya simbolisasi. Ketika ingin mengungkapkan sesuatu , terutama dalam hal-hal yang sensitif atau tabu atau untuk menghindari rasa tidak enak, kebanyakan orang merasa lebih aman bermain dengan simbol-simbol daripada berbicara langsung pokok permasalahannya.

Begitu pula dalam hal sex. Jaman baheula, ketika dunia belum mengenal kendaraan yang digerakan oleh mesin, manusia lebih memilih akrab dengan symbol dari pada disebut tidak sopan atau tak beradab, walau mungkin saja yang menilai tak beradab itu adalah orang yang lebih biadab. Maka, di antaranya, muncul lah Lingga dan Yoni sebagai simbol kelamin laki-laki dan kelamin perempuan.

Ternyata, di jaman keterbukaan dan masa dimana sex bukan lagi hal yang terlarang untuk diperbincangkan, kita masih senang mengakrabi simbol. Walau pun mungkin dalam menyikapinya lebih santai dan ringan.


Entah generasi keberapa setelah Lingga dan Yoni, muncul lah pisang dan kue apem atau surabi sebagai metamorfosa simbol kelamin laki laki dan perempuan. Kalau dalam obrolan santai kita dengan teman atau siapa saja, ketika disinggung kue apem dan pisang kemungkinan obrolan jadi mengarah pada yang panas atau setidaknya hangat. Atau mungkin ada senyum yang tidak normal dan dibalas dengan senyum lagi dari rekan yang lainnya. Meski pun ketika ada kata apem atau surabi atau pisang, yang dimaksud adalah dalam arti harfiah.

Yang menjadi bahan tulisan saya ini adalah pisang!, pisang dalam arti harfiah. Buah dari pohon yang, kalau tidak salah, berasal dari Brazil dan mati setelah mempersembahkan hasil produksinya. Tidak ada hubungannya dengan Lingga dan Yoni, dan Surabi atau apem dan Pisang sebagai simbol.

********************

Kalau dilihat sekilas, tidak terlihat keanehan yang terdapat pada tandanan pisang itu. Tapi kalau diperhatikan sedikit lebih seksama, tampaklah perbedaannya dibanding dengan tandanan pisang yang lain di dekatnya.

Saya mengetahui keanehan itu ketika seorang pedagang kue traditional, yang mampir ke rumah mertua saya, mengomentari tandanan pisang itu. Dia bilang bahwa tandanan pisang itu dua tingkat.

Entah benar atau cuma bualan saja waktu dia mengatakan bahwa kalau dia tahu ketika masih berbentuk jantung, dia akan beli dengan harga tinggi.

Dia melanjutan bahwa dia akan menggunakan jantung pisang itu untuk pengobatan. Kemudian dia menyebutkan beberapa macam penyakit yang bisa disembuhkan dengan jantung pisang itu.

Saya tidak begitu peduli dengan ocehan pedagang itu dan tidak memperhatikan apa yang selanjutnya dia katakan, tapi saya jadi tertarik dengan tandan pisang itu.

Setelah diamati ternyata pedagang pisang itu tidak salah. Memang tandanannya ada dua tingkat. Tingkatan pertama terdiri dari beberapa sisir dengan ukuran pisang yang lebih besar, dan tingkat dua dengan jumlah sisir yang hampir sama tapi dengan ukuran pisang yang lebih kecil.

Walau pun begitu, sekitar tiga sisir pisang tingkat pertama bagian terbawah ukurannya jauh lebih kecil dari ukuran pisang sisiran bagian atas tingkat kedua.

Mungkin kata ajaib yang saya pakai pada judul tulisan bisa dianggap berlebihan. Makanya saya kasih tanda Tanya. Tapi jelas sekali bahwa tandanan pisang ini tidak seperti tandanan pisang pada umumnya. Sebelumnya saya belum pernah melihat tandanan pisang yang bertingkat seperti itu.

Di sini saya juga tidak bermaksud latah memberi informasi atau menyebar berita mengikuti berita-berita aneh yang menyesatkan, seperti tentang anak binatang yang bekepala mirip anak manusia, telur ayam yang terdapat tulisan tertentu, benda atau air yang bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit, dan lain sebagainya.

Saya hanya ingin berbagi tentang sesuatu yang menunjukan kebesaran Allah. Dan dengan tafakur tentang ciptaannNya, diharapkan bisa mempertebal keimanan kita pada Nya, bukannya mengamalkan perbuatan-perbuatan musrik. Demi Allah, hanya Dia lah tempat memohon pertolongan, dan musrik adalah dosa yang tidak terampuni.

Coba perhatikan gambar yang saya ambil ini! Bagaimana menurut anda?

Juga diposting di Kompasiana http://umum.kompasiana.com/2010/03/04/pisangku-ajaib-bagaimana-dengan-pisang-mu/