Daftar Blog Saya

Selasa, 02 Februari 2010

Miss Ro yang Mengundang Syahwat




Akhir Desember tahun lalu saya sempat berjalan-jalan ke daerah Puncak. Sebetulnya saya pernah menulis pengalaman saya ini beberapa hari setelah kunjunganan saya kesana karena ingin berbagi dengan siapa saja yang nyasar ke tulisan ini.Tapi yang namanya nasib apes nggak pandang bulu, tulisan saya hilang dari komputer ketinggalan jaman saya.


Menikmati indahnya Puncak bukan lah pengalaman yang luar biasa. Hampir setiap insan penghuni Ibu Kota pernah ke sana, minimal pernah melewatinya. Pengalaman ini menjadi luar biasa karena ada hal lainnya yang sangat “mengundang”.


Kami melakukan perjalanan menggunakan sepeda motor. Ada tiga motor dengan total enam penumpang dewasa. Kami bermaksud refreshing menghilangkan kepenatan karena aktivitas rurin sehari hari, sekaligus menkmati indahnya alam yang menyejukkan. Dan yang paling ditunggu, ini dia, Miss Ro yang mempesona.

Setelah menikmati indahnya wisata alam Curug Cilember yang menaawan dan Taman Wisata alam buatan Matahari, tentu saja ditambah dengan mengganjal dan menghangatkan perut. Matahari pun sudah merapat ke barat. Kami memutuskan untuk untuk kembali ke Jakarta dan berniat untuk mampir mengunjungi Miss Ro untuk menikmati kelezatannya.


Sekarang kami sudah belok kanan masuk ke daerah Mega Mendung dan kami pun semakin dekat ke tujuan. Teman yang mengetahui lokasi tujuan kami menjadi penunjuk arah di depan.


Akhirnya kami tiba di tujuan. Tempatnya kurang lebih masih di daerah Mega Mendung—saya tidak yakin betul—, sebelum Sentul. Aaaah, nama tempat tidak begitu penting, yang penting kan tujuan nya.

Di depan kami adalah sebuah retoran yang lumayan besar untuk ukuran di sana—karena nggak ada pembandingnya. Namanya adalah “Miss Ro”. Jadiiii, Miss Ro adalah nama sebuah restoran lesehan yang kata temen saya, yang menjadi penunjuk arah, makanannya enak, murah, dan membuat kenyang. Sempurna! Entahdiambil dari nama apa MissRo itu. Apakan namapemiliknnya atau nama anggota kel;uarga pemilik restairan itu atau permainan kata Misro yang merupakan nama makanantradisional Sunda Misro alias amis di jero. Tapi kenapa pula mambawa bawa syahwat? Ya iya laaaaah, syahwat perut, gitu loh!


Sampai di depan restoran kami dipersilahkan ke halaman belakang untuk memilih tempat yang kami inginkan. Ternyata di halaman belakang yang dirimbuni pohon-pohon banyak terdapat Saung yang boleh kita tempati sesuka hati, tentu saja kalau belum ada yang menempati. TIdak ada masalah bai kami untuk mendapat saung yang kami inginkan, lha wong Cuma rombongan kita saja pengunjugnya. Maklum waktu sudah lewat Isya.

Tempatnya cukup nyaman dan luas, sekitar 4 x 4 meter. Untuk memanggil pengambil pesanan disediakan kentongan seperti kentogan peronda. Setelah kentongan itu dipukul pukul pelayan datang dengan menu dan secarik kertas. Kemudian kami pesan beberapa jenis makanan.


Saya lupa pesisnya pesanan itu. Yang saya ingat pepes ikan, dan masakan dari ayam, yang lainnya saya lupa. Pokoknya pesan untuk delapan orang.


Makanan tiba dan langsung kami lahap. Semua habis tanpa sisa. Bahkan kucing yang sedari awal menunggu sisa makanan pun tidak kebagian, bahkan tulang ikan pun menjadi isi perut kami. Kecian deh lu, Kucing…



Yang membikin sebagian besar dari kami tercengang, haganya itu, lho! Untuk makan berenam ditambah dua balita sampai perut kami tidak nagih lagi, cuma dicharge selembar uang seratus ribu. Masih ada kembaliannya lagi.


Memang sih kami tidak membawa perut tentara, tapi tetep saja harga segitu bisa dikatakan sangat murah untuk makanan yang enak dan mengenyangkan ditambah fasilitas yang asri dan nyaman.


Jadi pesan dibalik tulisan ini adalah coba lah sekali kali kalau sempet berkunjung ke Miss Ro untuk melampiaskan syahwat perutmu.


Saran saya, kalau mau berkunjung ke sana jangan malam malam, kecuali anda mengharapkan udara dingin. Mending siang atau sore.


Selamat berpetualang.


Anjing Buduk dan Babi Bau

Kehadiranku bukanlah impian manusia bermartabat tinggi. Orang lebih mungkin mencibir dan menghardik ku daripada memberi senyuman ramah dan menyambut ku dengan hangat. Bukan, bukan cuma manusia, istriku pun yang derajatnya tidak lebih terhormat dari ku, yakni seekor babi bau, telah memutar drastis sikapnya 180 derajat.sekarang untuk sekedar melihat muka ku pun dia kelihatan jijik. Kenapa? Karena aku hanyalah seekor Anjing Buduk!

Lain ceritanya di tahun pertama sampai ketiga usia perkawinan kami. Dia selalu memenjakan telingaku dengan puja puji. Dikatakannya bahwa aku adalah anjing buduk terganteng di antara anjing buduk lainnya. Aku adalah anjing buduk yang paling pintar berkelakar yang bisa membuat dia terpingkal pingkal memamerkan mulut dan giginya yang hitam dan bau karena terlalu sering berkubang dalam lubang pembuangan kotorannya sendiri.

Setiap hari kami memuaskan kelamin masing masing, mengumbar syahwat. Kami takan berhenti sebelum aku mengeluarkan isi kelamin terekhirku yang bercampur angin dan dia kehabisan pelumas untuk melancarkan gerak kalaminku dalam rongga kelaminnya. Atau kami akan berhenti sampai kami berdua tak sanggup untuk bergerak lagi

Setelah selesai memuaskan syahwat masing-masing kami menceburkan diri ke dalam kubangan lumpur yang bercampur tahi dan air kencing untuk memulihkan kembali tenaga dan menyegarkan tubuh kami.

Kami sangat menikmati kobaran sorga dunia itu sehingga kami lupa bahwa kami adalah mahluk hina tak berharga, seekor anjing buduk yang sering menikmati saat saat mengunyah bangkai tikus atau daging busuk rumah makan padang yang dirubungi lalat dan dirayapi belatung, dan seekor babi bau yang senang berkubang di genangan lumpur bercampur kotoran binatang dan bangkai.

Tak banyak kesulitan bagi ku untuk memasuki dunia kubangan tai istriku, dan dia pun dengan enteng memasuki gebang dunia daging busuk ku tanpa masalah berarti.

Dunia kami berbeda tapi sekaligus sama. Berbeda karena tidak berasal dari tempat yang sama secara geografis, dan dari species yang berbeda pula. Tapi sama karena dunia kami dan dunia dia seragam dalam hal jorok, bau, dan menjijikan serta memuakan.

Walaupun dunia kami dunia busuk, walau pun kami mahluk hina, ada satu mukjijat yang terjadi pada kami. Istriku melahirkan seorang anak yang ketampanannya menandingi pangeran keraton, dan kepintarannya mengalahkan anak-anak manusia terpintar di dunia ini.

Dan ajaibnya, dia tak malu punya ayah seekor anjing dan dilahirkan oleh seekor babi yang baunya menyengat hidung setiap mahluk yang ada di dekatnya.

Anak kami adalah anak berbakti yang bejalan dengan dua kaki. Dia menganggap ayah ibunya sebagai anugerah terindah yang dia terima dari sang Maha Pencipta. Dia tak ingin menggantikan kami dengan orang tua angkat yang lebih “beradab” dan tentunya lebih wangi.

Ekonomi kami adalalah ekonomi kelas sandal jepit yang putus talinya dengan kandang yang dirancang agar cocok untuk seekor anjing buduk dan babi bau. Rumah ini cocok bagi kami berdua tapi tidak untuk putera kami. Tapi, dia tidak pernah mengeluh. Anak seganteng sebetulnya tidak cocok tinggal di kandang bau yang kami miliki.

Entah apa sebabnya makanan kami yang jauh dari higienis dan tak layak dimakan manusia tidak membuat dia kekurangan giji, tapi malah membuat dia tumbuh sehat dan cerdas.

Dan pakaian yang kami berikan berubah menjadi indah setelah dikenakan dia. Dan pakaian itu membuat dia menampakan ketampanan dan kecerdasannya.

Sering manusia dan mahluk lainnya penghuni planet bumi ini sama sekali tidak mengerti dengan apa yang terjadi di dunia ini. Sebagian dari mereka hanyalah sedikit mengerti atau pura pura mengerti. Tidak lah benyak dari mereka yang mengrti kecuali hanya sedikit. Begitu pun dengan apa yang terjadi dengan keluarga kami, kebanyakan manusia dan mahluk yang lebih beradab dan yang lebih biadab dari kami merasa heran dengan apa yang terjadi dalam keluarga kami.

Walau pun aku bukan tergolong anjing buduk yang cerdas, aku sering menggunakan otak ku yang segini-gininya itu untuk berfikir. Dan kali ini aku berfikir bahwa anak yang telah Tuhan berikan ini adalah sebagai salah satu tanda kebesarannya. Tah ada hal masuk akal lainnya yang mampu aku fikirkan.

☺☺☺☺☺☺☺☺☺

Malam itu aku baru sampai rumah setelah seharian membanting tulang mencari sesuap daging sisa lemparan rumah makan padang atau warteg. Walau pun aku seekor anjing buduk, aku adalah seekor anjing buduk yang betanggungjawab. Aku bekerja untuk memberi makan dan membeli pakaian untuk keluargaku.

Tapi hasil kerjaku tidak selalu cukup untuk kami bertiga. Untuk mengatasi masalah itu, istri ku pun bekerja untuk turut serta menopang ekonomi keluarga.

Bangkai binatang, potongan daging berhasil yang berhasil ku kumpulkan dari hasil mengais ngais sering tak cukup untuk makan kami bertiga. Dan dari hasil endusannya istriku pun membawa pulang beberapa helai cacing atau umbi-umbian. Kadang hasil yang dia dapat melebihi yang aku bawa pulang.

Begitu lah kisah hidupku yang begitu istimewa. Tidak banyak orang lain mengalami kehidupan seperti keidupankau yang luat biasa.