Daftar Blog Saya

Kamis, 20 Mei 2010

Mengapa Seorang Istri atau Suami Mempunyai Pasangan Bodoh?


Apakah pertanyaan di atas cukup bodoh untuk diungkapkan? Mungkin! Tapi kalau difikir lagi, hal bodoh ini tidak terlalu bodoh untuk sebuah perenungan.

Setelah menikah kita ada dalam jerat yang sukar dilepaskan. Setelah kita ada dalam lingkaran mengikat itu mungkin baru kita sadar bahwa pasangan kita adalah suami atau istri yang bodoh. Atau dari awal kita sudah tahu dia memang pasangan bodoh tapi baru menyadari bahwa memiliki pasangan bodoh memang bukan ide yang brilian, kalau tidak dikatakan ide bodoh. Ups!

Tapi nasi sudah menjadi bubur menado, karena kesadaran itu muncul setelah ada dalam lingkup ikatan tali hukum yang kuat, dan mungkin ikatan itu menjadi lebih erat karena sudah ada simpul mati yang lebih kecil namun dengan tali yang lebih alot, seorang buah hati.

Memang ada kemungkinan kita melepas jerat tersebut setelah melalui sebuah proses. Tapi keberhasilan menghancurkan simpul tali hukum suami istri, jika berhasil, mungkin membuat kita menyesal karena sudah melalui proses itu.

Selain tali jerat yang acak-acakan karena dibuka paksa bahkan dengan memotong dengan pisau atau gunting. Buah hati kita pun akan kena getahnya. Mungkin tidak akan matang secara sewajarnya. Lalu siapa yang akan menyesal?

Kembali lagi ke pokok permasalahan, mengapa seseorang memiliki suami, istri, yang bodoh? Ada beberapa kemungkinan yang layak difikirkan.

Pertama, mungkin dia tidak tahu kalau pasangannya itu bodoh. Sebelum hubungan terjadi dia nampak seperti manusia normal, bahkan sekali sekali terlihat menyerupai manusia cerdas. Ternyata setelah kenyatan dinyatakan dengan sangat nyata, dia itu Bodoh bin/binti pandir.

Kedua, ketika pertama kali ketemu sebetulnya dia sudah tahu kalau pasangannya itu kebalikannya dari pintar. Tapi apa daya? Cinta memang buta. Apa betul cinta itu buta? Sangat benar karena tidak pernah dilaporkan cinta memiliki mata. Jadi? Ya, jadi lah! Kalau nggak jadi mana mungkin mereka sekarang suami istri.

Yang ketiga, mirip seperti yang kedua, dia sudah tahu bahwa calon pasangannya itu tidak ber-IQ standar. Tapi dia nekad mengikatnya dalam tali sakral pernikahan. Kok bisa? Ya bisa lah! Karena dia sudah ngebet pengen punya temen tidur. Maklum sudah parawan tuir atau bujang liapuk. Nggak apa lah. Saya pernah dengar kalau manusia itu sama rasanya kalau sudah di ranjang. Kecantikan dan ketampanan tidak terlalu berpengaruh. Begitu pula dengan tinggi rendah IQ. Lagi pula, serendah apa pun IQ seseoranag, kalau sudah urusan ranjang jarang ada yang tidak pintar. Menjijikan! Memang, tapi siapa sih yang nggak suka urusan menjijikan yang ini.

kemungkinan terakhir, dia tahu pasangannya bodoh alias IQ jongkok atau, mungkin karena saking rendahnya, IQ selonjoran, tapi tetap menikahinya karena takut orang lain mendapat sial menikahi orang pandir. Sebelum orang lain kejeblos menikahi orang stupit ini, lebih baik dia saja yang embat. Maksudnya menyelamatkan orang lain tapi menceburkan diri ke jurang.

...Begitu, lah, kita kira. Atau anda bisa menunjukan kemungkinan lain yang lebih sahih dan terukur? Semoga siapa pun yang membaca tulisan ini tidak pernah atau tidak akan pernah menikahi pasangan yang bodoh. Tapi ingat seorang pria soleh itu akan menikahi seorang wanita soleha. Sedangkan seorang lelaki penjinah akan mendapakan pasangan seorang pelacur. Dan pendamping laki-laki bodoh itu siapa? Ya… perempuan pandir, lah!

Pernah singgah ke telinga yang menemani saya sejak merasakan atmosfir dunia fana ini, dan menjadi saksi ketika saya mendengar omongan jorok orang, atau mendengar omongan yang tidak patut dari orang lain atau mulut saya sendiri, hinggap sebuah ucapan bahwa saya pinternya dikit, dan bodohnya banyak. Alhamdulillah, ternyata saya tidak 100% bodoh, tak peduli kalaupun pinternya cuma 1%.

Mudah mudahan anda semua terhindar dari mempunyai pasangan/suami atau istri yang bodoh. Amin!

3 komentar:

  1. Aku bodoh ngggak yah?

    BalasHapus
  2. Asep bodoh,,,aartikel yg bikin ngakakšŸ¤“

    BalasHapus
  3. Tidak ada kata yang tepat. Tapi mungkin 'kecewa' lebih mendekati

    BalasHapus