Ya, ahirnya tanpa terhindarkan saya harus menulis begitu. Tapi itu bukan kata-kata saya. Itu Cuma kata kata sesorang yang dia sampaikan ke seseorang lainnya, dan tapa saya minta, seseorang itu menyampaikannya pada saya.
Tapi seseorang yang mengatakan saya orang gila itu sering berhubungan, berbicara, dan berbagi dengan saya. Saya sempat merenung dan mempertanyakan kenyataan ini. Orang seperti apa yang mau behubungan, berbicara, dan berbagi dengan seseorang yang dia tahu, atau setidaknya, dia anggap sebagai orang gila.
Apa mungkin dia orang waras? Atau, dia merasa punya teman senasib? Tak tahu lah karena aku tak pernah bertanya pada dia apakah dia orang waras atau setengah waras, atau orang gila.
Yang jelas saya merasa sebagai orang yang 100% waras.
Kalau pun saya dianggap orang gila, kegilaan saya tidak sebanding dengan orang-orang terhormat yang menuntut sekian trilyun rupiah demi sebuah gedung tempat berkumpulnya orang-orang yang bekerja mengatasnamakan rakyat, padahal rakyat sendiri banyak yang merasa tidak terwakili. Jadi rakyat yang mana, dong?
Tidak pula kegilaan saya sebanding dengan para manusia yang seharusnya menegakkan keadilan yang pada kenyataannya mereka Cuma berperan sebagai makelar yang keuntungannya pasti lebih besar dari makelar tanah, apalagi makelar mayat.
Tidak mungkin juga kegilaan saya sebanding dengan para pendekar upeti untuk pemerintah yang pada hakekatnya mereka memperkaya diri sampai mampu membeli istana mewah di kelapa gading. Jayus juga tuh orang.
Sudah, ah. Kalau diteruskan menulis hal hal yang saya nggak mengerti, bisa bisa saya jadi orang gila beneran.
Terakhir, yang nyasar ke blog ini dan membaca tulisan ini, jangan sampai terbawa gila oleh orang gila. MERDEKA...!
Batul Pak, sebaiknya tidak terlalu dipusingkan dengan yang dilakukan orang-orang gila tersebut, nanti malah membuat kita gila
BalasHapusMemang,ini jaman sudah edan dari dulu. Nggak heran makin banyak orang gila, yah? he...he... Cool,ajah! Thanks comment nya.
BalasHapus