Daftar Blog Saya

Selasa, 07 Juli 2009

Besok Saatnya Kita Memilih

Kisah Sebuah Negeri yang Diperintah Pemangsa

Ada sebua cerita di negeri antah berantah yang berakhir luluh lantak koyak terpatah-patah laksana digoyang jurus andalan pendekar wanita ganas bergelang bahar. Hancur terbelah-belah laksana digergaji mantan pendamping pendekar ajojing yang gagal menjadi raja lokal sebelum bertanding.


Tersebutlah sebuah negeri yang sedang pesta kebebasan setelah sekian lama ditindas pemimpin lalim. Mereka haus akan hadirnya pemimimpin yang bisa merubah nasib mereka karena setelah beberapa sasat kebebasan, tidak juga kehidupan manusiawi itu mereka dapatkan.


Inilah waktunya bagi mereka. Demokrasi sedang berpesta. Para calon penguasa sedang berusaha menjual diri pada penduduk negeri. Sayang sekali penduduk negeri tidak memiliki penglihatan yang tajam terhadap para calon penguasa itu. Sebagian menderita katarak stadium awal dan menengah, dan sebagian lagi diserang wabah bintitan.


Mereka hanya mampu melihat mulut-mulut calon penguasa yang berlumuran madu, gula merah, dan gula pasir. Saking banyaknya, dan karena bercampur dengan air liur mereka yang mendidih karena api sahwat kekuasaan, gula dan madu itu sampai meleleh ke leher, dagu, perut, dan bahkan bawah perut mereka. Tapi adakah yang bisa melihat tetesan bisa ular yang keluar dari dua taring mereka?


Tidak! Padahal kalau mata mereka normal, atau sedikit saja mendekati normal, walaupun para penguasa itu menahan diri untuk tidak menyeringai, tetesan bisa ular mamatikan itu akan terlihat jelas karena bersamaan dengan tetesan bisa itu, berjatuhan pula gambar tengkorak kecil-kecil.


Ketika memperhatikan kedua tangan para calon penguasa itu, beraneka buah-buahan bergelayut di kedua tangan mereka. Ada rambutan, mangga, pisang, jambu, dan kawan-kawannya. Persis seperti di Pasar Minggu. Benar-benar mengundang selera orang yang kehausan dan kegerahan di musim kering panjang itu.


Asiknya lagi, siapa pun boleh mengambil buah-buahan itu dan memakannya sampai puas. Jangan takut kehabisan! Masih akan datang lebih banyak lagi begitu buah-buahan nya hampir habis.


Tapi, apa ada yang tahu bahwa sebagian buah-buahan itu ternyata beracun ganas? Tidak! Penyakit mata mereka terlalu parah untuk bisa melihat hal itu. Dan mereka terlalu kelaparan dan kehausan untuk menolak buah-buahan yang kelihatan nya segar dan menggoda iman tersebut.


Bencana yang sebanarnya baru dimulai setelah salah seorang dari calon penguasa itu sudah menjelma jadi penguasa. Bisa ular itu siap menelan korban, dan racun buah-buahan itu mulai bereaksi. Sang penguasa terpilih menjelma menjadi mahluk besar dan menakutkan.


Betapa tidak. Berkepala ular, berbadan babi, dan ternyata mereka punya senjata yang tidak kalah mematikan, ekor kalejengking. Dan tentu saja keadaan ini sangat berbahaya karena tidak ada lagi madu dan gula dari mulut mereka. Yang ada hanyalah bisa yang memetikan. Dia siap menerkam siapa saja penduduk negeri yang mereka anggap pantas untuk jadi mangsa.


Tidak ada lagi buah-buah segar yang ditawarkan. Yang tersisa hanyalah sisa-sisa buah-buahan busuk yang berbau menyengat.


Ahir cerita adalah sebuah tragedi. Kemiskinan dan penderitaan melanda penduduk negeri. Bertambah lah penderitaan katarak dan bintitan mereka. Buah-buahan beracun yang telah mereka santap dengan lahap mulai bereaksi, lambat laun telah membuat penduduk negeri lumpuh otak.


Dan gigitan taring beracun penguasa telah menjadikan mereka mayat berjalan. Hanya tinggal menunggu waktu untuk menjadi mayat yang betul-betul tidak bisa berjalan. Dan tak terhitung nyawa yang menuju nirwana setelah tulang dan daging mereka menjadi santapan sarapan pagi, makan siang, dan cemilan penghantar tidur para penguasa pemangsa. Naudzubillahimindzalikh!


Masih Untung

Tapi, untung nya hampir segala sesuatu ada untung nya. Tentu saja Untung itu bukan untuk rakyat negeri yang sedang dilanda kemalangan itu, tapi menjadi teman Budi Anduk, Untung ada Budi. Untung bencana yang lebih mengerikan dari Tsunami terdahsyat itu tidak atau, setidaknya, belum terjadi di di negeri tercinta.


Supaya bencana serupa tidak benar-benar terjadi di republik ini, mari kita periksakan mata kita masing masing ke dokter mata. Yang tak mampu bayar dokter, pergi ke dukun saja. Dan mari kita biasakan makan wortel demi kesehatan mata kita. Mata kita sehat dan indah seperti mata kelinci. Penglihatan kita tajam, setajan mata elang! Siap untuk beraksi!


Mari bersama-sama kita perhatikan tiga calon pengantin itu. Perhatikan mulut-mulut mereka! Perhatikan pula tangan-tangan mereka. Pastikan tidak ada racun yang meleleh! Pastikan tidak ada buah-buahan beracun disana.


Hasil Debat Kusir

Wacana hitung kancing yang sempat saya lemparkan dalam forum yang sama hampir menadapatkan legitimasi dari ketiga pasangan calon penguasa. Dalam debat kusir putaran pertama ketiga pasangan sepakat untuk membentuk sebuah kelompok koor yang menyanyiikan lagu setujuuuuu! Nomor tiga setuju dengan nomor dua karena telah dan masih kerja bareng dalam lima tahun terakhir, dan nomor satu setuju dengan nomor dua karena nomor tiga juga setuju dengan nomor dua. Idem ditto, nomor dua dan nomor tiga kurang lebih setuju dengan nomor satu, dan nomor satu dan nomor dua setuju dengan nomor tiga. Pusing nggak, tuch?


Tapi pada putaran kedua keadaan berbanding terbalik. Mereka sudah mulai berani mengatakan tidak pada yang lain, walau pun masih malu-malu. Dan yang di putaran pertama sempat gelagapan sudah dapat sedikit mengatasi kegelagapannya. Yang tidak kalah penting, perdebatan menjadi lebih lucu. Lucu? Memang ngelawak?

Dan untuk putaran ketiga? Saya tak sempat menjadi saksi mata.


Pepesan Kosong Beberapa Hari Menjelang hari H

Tapi ada satu penomena menarik lain yang terjadi beberapa hari terakhir ini. Selain ada selebaran terang yang dibuat gelap dan berakhir dengan saling tuding, para supporter ketiga calon pasangan sedang memperebutkan pepesan kosong. Apa gerangan pepesan kosong itu? Satu putaran dan dua putaran. Bagi saya, yang tidak pintar tapi enggan dikatakan bodoh, mau satu putaran atau dua putaran tidak perlu dibuat debat kusir secara nasional. Tidak perlu pula dalam sebuah perbincangan beradab yang disaksikan sejumlah audience dan sekian juta penonton layar kaca, setidaknya dua orang dari kubu yang berbeda menunjukan gelagat yang mendekati biadab. Santai aja, Man! Para pemberi suara lah punya kuasa penuh dan yang akan menentukan. Apakah betul alasan para pendukung jagoan itu adalah penghematan biaya? Atau untuk kepentingan proses pendidikan politik bangsa. Atau ini? Atau itu? Atau…? Masih ada hal lain yang lebih layak untuk saya fikirkan dari pada menguras energi untuk hal yang nggak penting ini.


Mari kita pilih yang terbaik. Kalo saya besok ditakdirkan mencontreng salah satu dari ketiga pasangan, itu bukan karena ingin disebut warga negara yang baik, tapi ingin mengambil hak saya dalam sebuah proses. Mari kita pilih salah satu pasangan itu karena kita sadar akan tanggung jawab yang tidak kecil.


Mari Kita memilih!

Kalau Mereka yang terpilih akan dimintai pertanggungjawabannya di alam Mahsyar atas hasil memimpin negeri, jangan berfikir kita yang memilih atau tidak memilih tidak akan dimintai pertanggungjawaban serupa!


Selamat menghadapi peristiwa besar di salah satu negeri berpenduduk terbesar. Orang besar lah yang akan menghormati pilihan yang sama atau atau pun pilihan berbeda. Dan orang besar pula yang akan menghargai mereka yang memilih untuk tidak memilih. Mereka memilih untuk tidak memilih, bukan karena bintang tujuh, bintang kejora, atau bintang kecil di langit yang biru, tapi karena alasan politik mereka atau alasan rasional mereka yang menganggap tidak memilih adalah pilihan terbaik. Semoga saja begitu.


Keputusan apa pun yang kita buat dengan niat yang baik, semoga diridhoi Allah! Bismillahirrohmanirrohim. Laahaula walakuwwata illa billahil aliyil dzim!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar